Rabu, 21 Oktober 2015

SISTEM REPRODUKSI

ANATOMI SISTEM REPRODUKSI 
MANUSIA yng menerngkan tentang Anatomi Saluran Reproduksi Laki-laki dan Anatomi Saluran Reproduksi Wanita. Selain itu juga dibahas mengenai  FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI MANUSIA yang meliputi : Pubertas pada Anak laki-laki,Pubertas pada Anak wanita,Fisiologi reproduksi laki-laki,Siklus mestruasi,Respon Seksual Manusia,Fertlisasi dan terjadinya kehamilan, serta Menopause.
ANATOMI SISTEM REPRODUKSI MANUSIA
Organ reproduksi membentuk traktus genetalis yang berkembang setelah traktus urinarius. Kelamin laki-laki maupun wanita semenjak lahir sudah dapat ditentukan, tetapi sifat-sifat kelamin belum dapat dikenal (Syaifudin,1997).
1. Anatomi Saluran Reproduksi Laki-laki
TESTIS
Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval,agak gepeng dengan panjang sekitar 4 cm dan diameter sekitar2.5 cm. Testis berada didalam skrotum bersama epididimis yaitu kantung ekstraabdomen tepat dibawah penis. Dinding pada rongga yang memisahkan testis dengan epididimis disebut tunika vaginalis. Tunika vaginalis dibentuk dari peritoneum intraabdomen yang bermigrasi ke dalam skrotum primitive selama perkembangan genetalia interna pria, setelah migrasi ke dalam skrotum, saluran tempat turunnya testis (prosesus vaginalis) akan menutup.
EPIDIDIMIS
Merupakan suatu struktur berbentuk koma yang menahan batas posterolateral testis. Epididimis dibentuk oleh saluran yang berlekuk-lekuk secara tidak teratur yang disebut duktus epididimis. Panjang duktus epididimis sekitar 600 cm. Duktus ini berawal dari puncak testis (kepala epididimis) dan berjalan berliku-liku, kemudian berakhir pada ekor epididimis yang kemudian menjadi vas deferens. Epididimis merupakan tempat terjadinya maturasi akhir sperma.
SCROTUM
Skrotum pada dasarnya merupakan kantung kulit khusus yang melindungi testis dan epididimis dari cedera fisik dan merupakan pengatur suhu testis. Spermatozoa sangat sensitive terhadap suhu karena testis dan epididimis berada di luar rongga tubuh, suhu di dalam testis biasanya lebih rendah daripada suhu di dalam abdomen.
VAS DEFERENS
Vas deferens merupakan lanjutan langsung dari epididimis. Panjangnya 45 cm yang berawal dari ujung bawah epididimis, naik disepanjang aspek posterior testis dalam bentuk gulungan-gulungan bebas, kemudian meninggalkan bagian belakang testis, duktus ini melewati korda spermatika menuju abdomen.
VESICULA SEMINALIS
Merupakan sepasang struktur berongga dan berkantung-kantung pada dasar kandung kemih di depan rectum. Masing-masing vesicular memiliki panjang 5 cm dan menempel lebih erat pada kandung kemih daripada pada rectum. Pasokan darah ke vas deferens dan vesikula seminalis berasal dari arteri vesikulkaris inferior. Arteri ini berjalan bersama vas deferens menuju skrotum beranastomosis dengan arteri testikukar, sedangkan aliran limfatik berjalan menuju ke nodus iliaka interna dan eksterna. Vesikula seminalis memproduksi sekitar 50-60 % dari total volume cairan semen. Komponen penting pada semen yang berasal dari vesukula seminalis adalah fruktosa dan prostaglandin.
KELENJAR PROSTAT
Kelenjar prostat merupakan organ  dengan sebagian strukturnya merupakan kelenjar dan sebagian lagi otot dengan ukuran sekitar 2,3 x 3,5 x 4,5 cm. Organ ini mengililingi uretra pria, yang terfiksasi kuat oleh lapisan jaringan ikat di belakang simpisis pubis. Lobus media prostat secara histologis sebagai zona transisional berbentuk baji, mengelilingi uretrra dan memisahkannya dengan duktus ejakulatorius. Saat terjadi hipertropi, lobus media dapat menyumbat aliran urin. Hipertropi lobus media banyak terjadi pada pria usia lanjut.
PENIS
Penis terdiri jaringan kavernosa (erektil) dan dilalui uretra. Ada dua permukaan yaitu permukaan posterior penis teraba lunak (dekat uretra) dan permukaan dorsal. Jaringan erektil penis tersusun dalam tiga kolom longitudinal, yaitu sepasang korpus kavernosum dan sebuah korpus spongiousum di bagian tengah. Ujung penis disebut glans. Glands penis ini mengandung jaringan erektil dan berlanjut ke korpus spongiosum. Glans dilapisi lapisan kulit tipis berlipat, yang dapat ditarik ke proksimal disebut prepusium (kulit luar), prepusium ini dibuang saat dilkukan pembedahaan (sirkumsisi). Penis berfungsi sebagai penetrasi. Penetrasi pada wanita memungkinkan terjadinya deposisi semen dekat serviks uterus.
1.       Anatomi Saluran Reproduksi Wanita
Organ reproduksi wanita secara umum dibagi dua, yaitu organ reproduksi wanita yang terdapat di luar dan di dalam tubuh. Organ reproduksi wanita ada di dalam rongga pelvis.
RONGGA PELVIS
Terletak di bawah,berhubungan dengan rongga abdomen, dibentuk oleh os iski dan os pubis pada sisi samping dan depan, os sakrum dan os koksigis membentuk batas belakang dan pinggiran pelvis dibentuk oleh promontorium sakrum di belakang iliopektinal sebelah sisi samping dan depan dari tulang sakrum (Syaifudin,1997).
PINTU KELUAR PELVIS (PINTU BAWAH)
Dibatasi oleh os koksigis dibelakang simfisis pubis, di depan lengkung os pubis,os iski, serta ligamentum yang berjalan dari os iski dan os sakrum disetiap sisi, pintu keluar ini membentuk lantai pelvis (Syaifudin,1997).
ISI PELVIS
Kandung kemih dan dua buah ureter terletak dibelakang simfisis, kolon sigmoid sebelah kiri fosa iliaka dan rektum terletak di sebelah belakang rongga mengikuti lengkung sakrum. Kelenjar limfe, serabut saraf fleksus lumbosakralis untuk anggota gerak bawah cabang pembuluh darah a.iliaka interna dan v.iliaka interna berada di dalam pelvis (Syaifudin,1997).
Genetalia pada wanita terpisah dari urethra, dan mempunyai saluran tersendiri. Alat reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
a.       ALAT GENITALIA LUAR (VULVA)
Vulva terbagi atas sepertiga bagian bawah vagina,klitoris, dan labia.Hanya mons dan labia mayora yang dapat terlihat pada genetalia eksterna wanita. Arteri pudenda interna mengalirkan darah ke vulva. Arteri ini berasal dari arteri iliaka interna bagian posterior, sedangkan aliran limfatik dari vulva mengalir ke nodus inguinalis.
Alat genetalia luar terdiri dari :
1). Mons veneris/pubis (Tundun)
Bagian yang menonjol berupa tonjolan lemak yang besar terletak di di atas  simfisis pubis. Area ini mulai ditumbuhi bulu pada masa pubertas (Syaifudin, 1997).
2). Labia Mayora (bibir besar)
Dua lipatan dari kulit diantara kedua paha bagian atas. Labia mayora banyak mengandung urat syaraf (Syaifudin, 1997). Labia mayora merupakan struktur terbesar genetalia eksterna wanita dan mengelilingi organ lainnya, yang berakhir pada mons pubis.
3) Labia Minora (bibir kecil)
Berada di sebelah dalam labia mayora. Jadi untuk memeriksa labia minora, harus membuka labia mayora terlebih dahulu.
4). Klitoris (Kelentit)
Sebuah jaringan ikat erektil kecil kira-kira sebesar biji kacang hijau yang dapat mengeras dan tegang (erectil) yang mengandung urat saraf (Syaifudin, 1997), jadi homolog dengan penis dan merupakan organ perangsang seksual pada wanita.
5). Vestibulum (serambi)
Merpakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora), muka belakang dibatasi oleh klitoris dan perineum. Dalam vestibulum terdapat muara-muara dari : liang senggama (introitus vagina),urethra,kelenjar bartolini, dan kelenjar skene kiri dan kanan (Syaifudin, 1997).
6). Himen (selaput dara)
Lapisan/membran tipis yang menutupi sebagian besar dari liang senggama, ditengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya mulut vagina pada bagian ini, bentuknya berbeda-beda ada yang seperti bulan sabit. Konsistensinya ada yang kaku, dan ada yang lunak, lubangnya ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari (Syaifudin,1997). Himen mungkin tetap ada selama pubertas atau saat hubungan seksual pertama kali.
7). Perineum (kerampang)
Merupakan bagian terendah dari badan berupa sebuah garis yang menyambung kedua tuberositas iski, daerah depan segitiga kongenital dan bagian belakang segitiga anal, titik tengahnya disebut badan perineum terdiri dari otot fibrus yang kuat di sebelah depan anus
Terletak diantara vulva dan anus, panjangnya lebih kurang 4 cm (Syaifudin, 1997).

ASKEP CA PROSTAT


1.       Pengertian
Carsinoma prostat atau kanker prostat adalah pertumbuhan dan pembelahan sel khususnya sel pada jaringan prostat  yang tidak normal/abnormal yang merupakan kelainan  atau suatu keganasan pada saluran perkemihan khususnya prostat pada bagian lobus perifer sehingga timbul nodul-nodul yang dapat diraba

  1. Anatomi  fisiologi

Kelenjar prostat
Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskular. Kelenjar ini mulai tumbuh pada kehamilan umur 12 minggu karena pengaruh dari horman androgen yang berasal dari testis janin. Prostat merupakan derivat dari jaringan embrional sinus urogenital. Kelenjar prostat bentuknya seperti konnus terbalik yang terjepit (kemiri ). ( 7 )
Letak kelenjar prostat disebelah inferior buli-bulu, didepan rektum dan membungkus uretra posterior. Ukuran rata-rata prostat pada pria  dewasa 4 x 3 x 2,5 cm dan  beratnya kurang lebih 20 gram. ( 1 )
Pada tahun 1972  Mc. NEAL, mengemukakan konsep tantang zona anatomi dari prostat. Menurut Mc. NEAL, komponen kelenjar dari prostat  sebagian besar terletak/membentuk zona perifer. Zona perifer ini ditambah dengan zona sentral yang terkecil merupakan 95 % dari komponen kelenjar. Komponen kelenjar yang lain ( 5% ) membentuk zona transisi. Zona transisi ini terletak tepat di luar uretra di daerah verumontanum. Proses hiperplasia dimulai di zona transisi ini.  Sebagian besar proses keganasan (60-70 % ) bermula di zona perifer, sebagian lagi dapat tumbuh di zona transisi dan zona sentral. (7)
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan    25 % dari volume ejakulat. ( 1 )
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih. ( 1 )



  1. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya ca prostat ; tetapi beberapa hipotesa menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya ca mammmae adalah:  ( 1 )
a.          Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
b.          Peranan dari growth factor ( faktor pertumbuhan ) sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
c.           Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
d.          Teori sel stem menerangkan bahwa terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan  produksi sel stroma dan se epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.

  1. Patofisiologi  ( 6 )

d.     Gejala Klinik
Gangguan pola perkemihan baik frekuensi, adanya desakan, nokturia akibat membesarnya ukuran kelenjar yang mendesak urethra. Terjadinya obstruksi urethra mengganggu perkemihan, lama-kelamaan berkembang terjadinya anemi

e.     Pemeriksaan Diagnostik  ( 1,2,3,4,6,13 )
1.       a.  Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik ( buli-buli penuh / kosong )
b.       Palpasi  buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan rangsangan ingin kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasamassa yang kontraktil dan “Ballottement”.
c.        Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.
2 . Colok dubur.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur harus di perhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal), adakah asimetris  adakah nodul pada prostat , apa batas atas dapat diraba .
Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan :
-       Grade 1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.
-       Grade 2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
-       Grade 3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.
3.       Laboratorium.
-       Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum  penderita .
-       Gula darah dimak sudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetus militus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli nerogen).
-       Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas .
-       Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi atau inflamasi pada saluran kemih .
-       Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebadkan infeksi dan sekligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
4.       Flowmetri :
Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml/detik. Penderita dengan sindroma protalisme perlu di periksa dengan flowmetri sebelum dan sesudah terapi.
Penilaian :
Fmak <10ml/detik --------àobstruktif
Fmak 10-15 ml/detik-----àborderline
Fmak  >15 ml/detik-------ànonobstruktif
5.       Radiologi.
-       Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
-       Pielografi intra vena, dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis, dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter berkelok kelok di vesikula ) inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urine atau filling defect divesikula.
-       Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal (trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran prostat < pemeriksaan USG dapatpula menentukan volume buli-buli, meng ukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu .Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik.
-       Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop. Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi besarprostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjalan prostat kedalam uretra.
6.       Kateterisasi: Mengukur “rest urine “ Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi sepontan dengan cara kateterisasi . Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hiper tropi prostat .

4.       Penatalaksanaan
Hanya dengan dilakukan prostatektomi yang merupakan reseksi bedah bagian prostat yang memotong uretra untuk memperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut, ada beberapa alternatif pembedahan meliputi :
a.                             Transsurethral resection of prostate (TURP)
Dimanan jaringan prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra diangkat dengan sistoskop/resektoskop dimasukkan melalui uretra
b.                             Suprapubic /open prostatektomi
Dengan diindikasikan untuk massa lebih dari 60 g/60 cc. penghambat jaringan prostat diangkat melalui insisi garis tengah bawah dibuat melalui kandung kemih,pendekatan ini lebih ditujukan bila ada batu kandung kemih. Pedekatan ini lebih ditujukan bila ada batu kandung kemih.
c.                              Retropubic prostatektomi
Massa jairingan prostat hipertropi (lokasi tinggi dibagian pelvis) diangkat melalui insisi abdomen bawah tanpa pembukaan kandung kemih
d.                             Perineal prosteatektomi
Massa prostat besar dibawah area pelvis diangkat melalui insisi diantara skrotum dan rektum, prosedur radikal ini dilakukan untuk kanker dan dapat mengakibatkan impotensi.

B.  Asuhan  Keperawatan
Perawat  melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan. Dengan proses keperawatan, perawat memakai latar belakang, pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa merencanakan intervensi, mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi intervensi keperawatan.
1.       PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan.
Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi prostektomi dan penkajian post operasi prostatektomi
a)       Pengkajian pre operasi prostatektomi
Pengkajian ini dilakukan sejak klien ini MRS sampai saat operasinya, yang meliputi :

1        Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis.
2        Riwayat penyakit sekarang
Pada klien ca prostat keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi retensio urine.
3        Riwayat penyakit dahulu .
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan,  misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita.  Operasi yang pernah di jalani kecelakaan  yang pernah dialami  adanya riwayat penyakit DM  dan hipertensi .
4        Riwayat penyakit keluarga .
adanya riwayat keturunan  dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit ca prostat Anggota keluargayang menderita DM, asma, atau hipertensi.
5        Riwayat psikososial
a.       Intra personal
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan. Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang prosedur pembedahan. Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku klien, tanggapan klien tentang sakitnya.
b.          Inter personal
Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat.
6        Pola fungsi kesehatan
c.              Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau, penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi makanan yang adekuat )
d.             Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau  keadaan yang mengganggu nutrisi seperti  nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola ini umumnya tidak mengalami gangguan  atau masalah.
e.             Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya,  ragu ragu, menetes - netes, jumlah klien harus bangun pada malam hari untuk berkemih, kekuatan system perkemihan. Klien juga ditanya apakah  mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Klien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.

f.               Pola tidur dan istirahat .
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan tidur memekai bantal atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya mengatasi kesulitan tidur.
g.             Pola aktifitas .
Klien ditanya aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami  gangguan, dimana klien masih mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari sendiri.
h.             Pola hubungan dan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien lain, perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien dapat berperan sebagai mana seharusnya.
i.               Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan klien sebelum pembedahan . Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu acara operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya. Koping klien dalam menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa tidak berdaya.
j.               Pola sensori dan kognitif
Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran dari klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan waham. Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.
k.              Pola reproduksi seksual
Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya, pengetahuannya tantangsek sualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual yang terjadi sekarang, masalah seksual yang dialami sekarang ( masalah kepuasan, ejakulasi dan ereksi ) dan pola perilaku seksual.
l.               Pola penanggulangan stress
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme penanggulangan stressor positif atau negatif.
m.            Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien menganut agama apa, bagaimana dengan aktifitas keagamaannya. Kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.

7        Pemeriksaan fisik
a.              Status kesehatan umum
Keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus, pernafasan, tekanan darah, suhu tubuh, nadi.
n.             Kulit
Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah kelainan pigmentasi, bagaimana keadaan rambut dan kuku klien ,
o.             Kepala
Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala atau trauma pada kepala.
p.             Muka
Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana keadaannya, begitu pula bagaimana otot mukanya.
q.             Mata
Bagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak.  Pada konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan. Slera tampak ikterus atau tidak.
r.               Telinga
Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing. Bagaimana bentuknya, apa ada gangguan pendengaran.
s.              Hidung
Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksi atau polip, apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping hidung.
t.               Mulut dan faring
Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahan atau ulkus. Lidah tremor ,parese atau tidak.  Adakah pembesaran tonsil.
u.             Leher
Bentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran kelenjar limphe.
v.              Thoraks
Betuknya bagaimana, adakah gynecomasti.
w.            Paru
Bentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau penarikan. Pergerakan bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada suara nafas tambahan seperti ronchi , wheezing atau egofoni.
x.              Jantung
Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak).Bagaimana dengan iktus atau getarannya.


y.              Abdomen
Bagaimana bentuk  abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi  umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak. Peristaklit usus menurun atau meningkat.
z.              Genitalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba pada saat rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah trpasang kateter, Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus biasanya ada haemorhoid.
aa.          Ekstrimitas dan tulang belakang
Apakah ada pembengkakan pada sendi. Jari – jari tremor apa tidak. Apakah ada infus pada tangan. Pada sekitar pemasangan infus ada tanda – tanda infeksi seperti merah atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk tulang belakang bagaimana.
8        Pemeriksaan diagnostik
Untuk pemeriksaan diagnostik sudah dijabarkan penulis pada konsep dasar.

b)       Pengkajian post operasi prostatektomi
Pengkajian ini dilakukan setelah klien  menjalani operasi, yang meliputi:

1.       Keluhan utama
Keluhan pada klien berbeda – beda antara klien yang satu dengan yang lain. Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi prostektomi adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau karena adanya bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari klien sendiri.
2.       Keadaan umum
Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.
3.       Sistem respirasi
Bagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak. Apakah perlu dipasang O2. Frekuensi nafas , irama nafas, suara nafas. Ada wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot Bantu nafas seperti gerakan cuping hidung, gerakan dada dan perut. Tanda – tanda cyanosis ada atau tidak.
4.       Sistem sirkulasi
Yang dikaji: nadi ( takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah, suhu tubuh, monitor jantung ( EKG ).


5.       Sistem gastrointestinal
Hal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi / obstipasi, bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada mual dan muntah.
6.       Sistem neurology
Hal yang dikaji: keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala.
7.       Sistem muskuloskleletal
Bagaimana aktifitas klien sehari – hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi kebutuhannya. Apakah terpasang infus  dan dibagian mana dipasang serta keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan ekstrimitas.
8.       Sistem eliminasi
Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik,  kandung kemih penuh . Masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda – tanda perdarahan, infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih. Warna urine dan jumlah produksi urine tiap hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah pemasangan kateter.
9.       Terapi yang diberikan setelah operasi
Infus yang terpasang, obat – obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan irigasi kandung kemih.

c.        Analisa data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengklasifikasi data, mengelompokkan, mengkaitkan, menentukan kesenjangan informasi, membandingkan dengan standart, menginterpretasikan serta akhirnya membuat kesimpulan. Penulis membagi analisa menjadi 2, yaitu analisa sebelum operasi dan analisa setelah operasi.

2.       DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan yang merupakan penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian keoerawatan. Dari analisa data diatas  dapat dirumuskan  suatu diagnosis keperawatan yang dibagi  menjadi 2, yaitu diagnosa sebelum operasi dan diagnosa setelah operasi.
1.       Diagnosa sebelum operasi
a.       Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi sehubungan dengan obstruksi mekanik : pembesaran prostat. ( 5,8 )
b.       Nyeri sehubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap pelebaran prostat. ( 5,9 )


c.        Cemas sehubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tantang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi.  (  5,8,10 )
d.       Gangguan tidur dan istirahat sehubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap kerusakan eliminasi: retensi  disuria, frekuensi, nokturia. ( 11 )

2.       Diagnosa setelah operasi
a.       Nyeri sehubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder pada prostatektomi ( 2 ,8,9,10 )
b.       Perubahan eliminasi urine sehubungandengan obstruksi sekunder dari prostatektomi bekuan darah odema ( 2 , 5 )
c.        Potensial infeksi sehubungan dengan prosedur invasif : alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering ( 2 , 5,8,10 )
d.       Potensial untuk menderita cedera: perdarahan sehubungan dengan tindakan pembedahan ( 2 , 9 , 10 )
e.       Potensial disfungsi seksual sehubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari prostatektomi ( 2, 8,10 )
f.         Kurang pengetahuan: tentang prostatektomi sehubungan dengan kurang informasi . ( 2,8,9 )
g.       Gangguan tidur dan istirahat sehubungan dengan nyeri. (11)
3.  PERENCANAAN .
Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka intervensi dan aktifitas keperawatan perlu di tetapkan untuk  untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahap ini disebut sebagai perencanaan  keperawatan yang terdiri dari: menentukan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran ( goal ), dan tujuan (obyektif ), menetapkan kriteria evaluasi, merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan. (5) Selanjutnya  dibuat perencanaan dari masing – masing diagnosa keperawatan  sebagai berikut :
1.       Sebelum operasi
a . Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, resistancy, inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi sehubungan dengan obtruksi mekanik: pembesaran prostat.
Tujuan: Pola eliminasi normal .
Kriteria hasil :
-          Klien dapat berkemih dalam jumlah normal, tidak teraba distensi kandung kemih
-          Residu pasca berkemih kurang dari 50 ml
-          Klien dapat berkemih volunter
-          Urinalisa dan kultur hasilnya negatif
-          Hasil laboratorium fungsi ginjal normal
Rencana tindakan :
1.       Jelaskan pada klien tentang perubahan dari pola eliminasi  .
2.       Dorong klien untuk berkemih tiap 2 – 4 jam dan bila dirasakan .
3.       Anjurkan klien minum sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung bila diindikasikan
4.       Perkusi  /  palpasi area supra pubik
5.       Observasi aliran dan kekuatan urine, ukur residu urine pasca berkemih. Jika volume residu urine lebih besar dari 100 cc maka jadwalkan program kateterisasi intermiten.
6.       monitor laboratorium: urinalisa dan kultur, BUN,  kreatinin.
7.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat: antagonis    Alfa -  adrenergik (prazosin)
Rasional :
1 . Meningkatkan pengetahuan klien  sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
2 . Meminimalkan retensi urine, distensi yang berlebihan pada kandung kemih
3 . Peningkatan aliran cairan, mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
4.       Distensi kandung kemih  dapat dirasakan di area supra pubik.
5.       - Observasi aliran dan kekuatan  urine untuk mengevaluasi     adanya obstruksi
- Mengukur residu urine untuk mencegah urine statis karena dapat beresiko infeksi
6. Statis urinarias potensial untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko ISK. Pembesaran prostat dapat menyebabkan dilatasi saluran kemih atas  (ureter dan ginjal), potensial merusak fungsi ginjal dan menimbulkan uremia.
7. Mengurangi obstruksi pada buli-buli, relaksasi didaerah prostat sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.
b.       Nyeri sehubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap pelebaran prostat.
Tujuan : Klien menunjukan  bebas dari ketidaknyamanan
Kriteria hasil :
-  Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol
-  Ekspresi wajah klien rileks
-  Klien mampu untuk istirahat dengan cukup
-  Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana tindakan :
2.       Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 1-10 ), dan lamanya.
3.       Beri tindakan kenyamanan, contoh: membantu klien melakukan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi / latihan nafas dalam.
4.       Beri kateter jika diinstruksikan untuk retensi urine yang akut : mengeluh ingin kencing tapi tidak bisa.
5.       Observasi tanda – tanda vital.
6.       Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat sesuai indikasi, contoh: eperidin ( Dumerol )
Rasional :
1. Memberi informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan     Intervensi
2.  Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
3   Retensi urine menyebabkan infeksi saluran kemih, hidro ureter dan hidro nefrosis
4.   Mengetahui perkembangan lebih lanjut
5.  Untuk menghilangkan nyeri hebat / berat, memberikan relaksasi mental dan fisik.

c.        cemas sehubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tentang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi.
Tujuan: Cemas berkurang / hilang sehingga  klien mau kooperatif dalam tindakan perawatan.
Kriteria hasil :
-          Klien melaporkan cemas menurun / berkurang.
-          Klien memahami dan mau mendiskusikan rasa cemas.
-           Klien dapat menunjukan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam menghadapi cemas.
-          Klien tampak rileks dan dapat beristirahat yang cukup.
-          Tanda – tanda vital dalam batas normal
Rencana tindakan :
1.       Bina hubungan saling percaya dengan klien atau keluarga.
2. Dorong klien atau keluarga  untuk menyatakan perasaan / masalah.
3.       Beri informasi tentang prosedur / tindakan yang akan dilakukan, contoh: kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan klien.
4.  Jelaskan pentingnya peningkatan asupan cairan.
5.  Jelaskan pembatasan aktifitas yang diharapkan :  
a. tirah baring untuk hari pertama post operasi
 b.ambulasi progresif yang dimulai hari pertama post operasi
     c.hindari aktifitas yang mengencangkan daerah kandung kemih
6.  Observasi tanda - tanda vital.  
Rasional :
1. Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu. Membantu dalam mendiskusikan tentang subyek sensitif.
2.  Mengidentifikasi masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah.
3.  Membantu klien memahami tujuan  dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah  karena ketidaktahuan.
4.  Urine yang encer dapat menghambat pembentukkan klot.
5. Pemahaman klien dapat membantu mengurangi cemas yang berhubungan dengan kecemasan akibat ketidaktahuan.
7.       Perubahan tanda – tanda vital  mungkin menunjukkan  tingkat kecemasan yang dialami klien.

d.       Gangguan tidur dan istirahat sehubungan dengan  sering terbangun  sekunder terhadap kerusakan eliminasi: retensi, disuria, frekuensi, nokturia.
Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil:
-          Klien mampu istirahat / tidur dengan waktu yang cukup.
-          Klien mengungkapkan sudah bisa tidur.
-          Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.
Rencana tindakan:
1.       Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur / istirahat dan kemungkinan cara untuk menghindarinya.
2.    Ciptakan suasana yang mendukung dengan mengurangi kebisingan.
3.     Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.  
4.       Batasi masukan cairan waktu malam hari dan berkemihsebelum tidur.   
5.    Batasi masukan minuman yang mengandung kafein.

Rasional :
1.       Meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien mau kooperatif terhadap tindakan  keperawatan.
2.       Suasana yang tenang akan mendukung istirahat klien.
3.     Menentukan rencana untuk mengatasi gangguan.
4.       Mengurangi frekuensi berkemih malam hari.
5.       Kafein dapat merangsang untuk sering berkemih.

2.       Sesudah operasi
a.       Nyeri sehubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada prostatektomi
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
-          Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
-          Ekspresi wajah klien tenang.
-          Klien akan menunjukkan ketrampilan  relaksasi.
-          Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
-          Tanda – tanda vital dalam batas normal.
-          Keluarnya urine melalui sekitar kateter sedikit.
Rencana tindakan :
1.       Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.
2.       Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.
3.       Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
4.       Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
5.       Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.
6.       Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.
7.       Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
8.       Observasi tanda – tanda vital
9.       Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan ( analgesik atau anti spasmodik )
Rasional :
1.       Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.
2.       Menentukan terdapatnya spasmus  sehingga obat – obatan bisa diberikan.
3.       Meberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
4.       Mengurang kemungkinan spasmus.
5.  Mengurangi tekanan pada luka insisi
6.       Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
7.       Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
8.       Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
9.       Menghilangkan nyeri dan mencegah  spasmus kandung kemih.

b.         Perubahan pola eliminasi urine sehubungan dengan obstruksi sekunder dari prostatektomi bekuan darah, edema.
Tujuan: Eliminasi urine normal dan tidak terjadi retensi urine.
Kriteria hasil:
-          Klien akan berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi.
-          Klien akan menunjukan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemih.
-          Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat kateter.
Rencana tindakan:
1.  Kaji output urine dan karakteristiknya
3.      Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama 24 jam  pertama
4.      Pertahankan posisi dower kateter dan irigasi kateter.
5.      Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi.
6.      Setalah kateter diangkat, pantau waktu, jumlah urine dan ukuran aliran. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan berkemih, urgensi atau gejala – gejala retensi.
Rasional:
1.       Mencegah retensi pada saat dini.
2.         Mencegah bekuan darah karena dapat menghambat aliran urine.
3.       Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.
4.       Melancarkan aliran urine.
5.       Mendeteksi dini gangguan miksi.

c.       Potensial infeksi sehubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .
Kriteria hasil:
-          Klien tidak mengalami infeksi.
-          Dapat mencapai waktu penyembuhan.
-          Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock.
Rencana tindakan:
1.       Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.
2.         Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.
3.         Pertahankan posisi urobag dibawah.
4.       Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam.
5.       Observasi urine: warna, jumlah, bau.
6.       Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.
Rasional:
1.       Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi .
2. Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal.                                                                                  
3.  Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.                                                                                                   
4.       Mencegah sebelum terjadi shock.                                                                     
5.  Mengidentifikasi adanya infeksi.                                                                      
6.       Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.                   


e. Potensial disfungsi seksual sehubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari prostatektomi
Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan
Kriteria hasil:                                                                                                     
-          Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .
-          Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
-          Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .
-          Klien mengerti tentang pengaruh prostatektomi pada seksual.
Rencana tindakan :
1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh prostatektomi terhadap seksual .                                                                                 
2 . Jelaskan tentang :
a . Kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula .
b . Kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)
3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan .                                                                                     
Rasional :
1 . Untuk mengetahui masalah klien .
2 . Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual.                                                                                              
3 . Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan
4 . Untuk mengklarifikasi  kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik.                                                                                   

f . Kurang pengetahuan: tentang prostatektomi sehubungan dengan kurang informasi                                                                                                            
Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .
Kriteria hasil:
-          Klien akan melakukan perubahan perilaku.
-          Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
-          Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .


Rencana tindakan:
1.  Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu .          
2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.           
3.  Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
4.  Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.                                              
5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .             
Rasional:
1. Dapat menimbulkan perdarahan .                                                                   
2. Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB .                                      
3.  Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .                                       
4. Untuk menjamin tidak ada komplikasi .                                                          
5. Untuk membantu proses penyembuhan .                                                        
g . Gangguan tidur sehubungan dengan nyeri
Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil:
-          Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
-          Klien mengungkapan sudah bisa tidur .
-          Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
Rencana tindakan:
1.       Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
2.       Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .
3.       Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
4.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ).              
Rasional:
1.       meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan .
2.       Suasana tenang akan mendukung istirahat .
3.       Menentukan rencana mengatasi gangguan .
4.       Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .                                     


DAFTAR PUSTAKA

1.          Purnomo, Basuki B. 2000Dasar – dasar urologi. Malang: CV    Infomedika.

2.         Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses keperawatanBandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.

3.         Sjamsuhidayat, R ( et al ). 1997. Buku Ajar BedahJakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.

4.         Lap / UPF Ilmu Bedah. 1994. Pedoman Diagnosa dan TerapiSurabaya: Fakultas Kedokteran Airlangga.

5.         Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3.Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.

6.         Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid kedua.Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

7.         Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,volume 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.

8.         Carpenito, Lynda Juall. 1998. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.

9.         Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 6.Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar